Keluarga

Saudi dan Ikhwan 14 -Tentang Iran-


____________SAUDI DAN IKHWAN_____________
TENTANG IRAN
Penulis : Taufik Muhammad Yusuf
(Mahasiswa International University of Africa Khartoum, Sudan)

Chapter 14.
**

Masih belum lekang dalam ingatan kita, ketika awal Januari 2020 lalu, Hamas ikut berbelasungkawa terhadap kematian Mayor Jenderal Qasem Soelaimani; Perwira militer senior Iran dalam Pasukan Pengawal Revolusi Islam (IRGC) yang sejak tahun 1998 menjadi komandan dari Pasukan Failaqul Quds. Dalam lawatan ta'ziyahnya ke Teheran, Ketua biro politik Hamas Ismail Haniya dalam orasinya mengatakan bahwa Qasem Soelaimani (yang tewas oleh rudal AS di bandara Baghdad) sebagai 'Syahid Al-Quds'.

Tak ayal, statemen kontroversial Ismail Haniya tersebut menimbulkan kegaduhan, bukan hanya di media massa dan media sosial, pro kontra terhadap sikap Hamas juga diperdebatkan oleh sebagian orang yang bernaung dibawah bendera gerakan Islam tersendiri. Mengingat, -diakui ataupun tidak- Hamas lahir secara sah dari rahim gerakan Islam terbesar di era modern ini; Al-Ikhwan Al-Muslimin.

Barangkali, kita juga belum lupa bahwa pada tanggal 6 Maret 2020, Pemimpin gerakan Jama'ah Syi'ah Houtsi Yaman; Abdul Malik Al-Houtsi menawarkan kepada KSA pertukaran tawanan; seorang pilot tempur dan empat tentara Saudi dengan sejumlah tokoh politik Hamas Palestina yang mendekam dalam penjara Saudi karena dituduh terlibat dalam gerakan 'terorisme'. Hamas sendiri memuji inisiatif dan tawaran Jama'ah Houtsi untuk pembebasan anggota gerakan perlawanan Palestina yang di tahan KSA sebagai bentuk solidaritas terhadap pejuang Palestina. Padahal kita juga tau bahwa di Yaman sendiri, Partai Ishlah yang berafiliasi ke Al-Ikhwan masih sering terlibat benturan bahkan peperangan dengan Gerakan Houtsi yang mengkudeta Shana'a akhir tahun 2014 silam.

Selain itu, pasang surut hubungan Hamas dengan rezim Suriah yang dianggap berhaluan (Syi'ah) Nushairiyah juga menarik ditelusuri. Mengingat organisasi induknya (Ikhwan) terlarang di Suriah. Bahkan undang-undang Suriah no 49 tahun 1980 menetapkan hukuman mati terhadap siapapun yang bergabung dengan Ikhwan. Tragedi Hama tahun 1982, revolusi Suriah 2011, dukungan Hamas terhadap revolusi Suriah lalu pengusiran dan penutupan kantor biro politik Hamas di Damaskus tahun 2012 layak untuk dikaji ditengah isu dan upaya pemulihan kembali hubungan Hamas-Suriah dengan mediasi Teheran di dua tahun terakhir.

Jika kita ke Lebanon, hubungan Ikhwan Lebanon/Jama'ah Islamiyyah (dengan Quwwat Al-Fajr sebagai sayap militernya), Hamas dan gerakan pempebasan Palestina disatu sisi serta harakah Amal dan Hizbullah yang didukung oleh Rezim Suriah dan Iran disatu sisi lain semakin memperumit hubungan yang sering naik turun tersebut. Mengingat Rezim Suriah dan Harakah Amal juga berperan dalam pembantaian para pengungsi Palestina dalam perang saudara di Lebanon. Namun, perang Hizbullah-Israel tahun 2006 kemudian melambungkan nama Hizbullah sebagai kelompok perlawanan anti Israel di Lebanon dan kontribusi jihad Quwwat Al-Fajr kontra Israel perlahan mulai dilupakan.

**

Karenanya, hubungan Ikhwan-Saudi paska revolusi Iran tahun 1979 tidak bisa (cukup) dilihat dari sekedar sisi pandangan syariat terhadap sebuah mazhab Syi'ah yang menjadi Mazhab resmi republik Islam Iran sebagaimana sering 'dilihat' oleh gerakan dakwah Salafiyah Wahabiyah Saudi. Sebab, Ikhwan dan Hamas memisahkan antara pandangan syariat (Ar-Ru'yah As-Syar'iyah) dalam hubungannya dengan Syiah sebagai sebuah Mazhab Aqidah dan antara 'Al-mumaarasah As-siyasiyah' (manuver/sepak terjang politik) dalam hubungannya dengan sebuah negara (Iran-Suriah dll) yang mendukung perjuangan rakyat Palestina serta memiliki sikap permusuhan terhadap Israel (dan AS).

Namun, pembahasan tentang Iran tentu tak cukup jika melihatnya hanya sekedar sebuah negara, karena realitanya, Republik Islam Iran memang didirikan dengan menjadikan Syi'ah sebagai Mazhab resmi negara. Mau nggak mau, kita juga harus membuka kembali sikap para ulama sunni terutama para ulama Al-Azhar dan ulama Ikhwan generasi awal terhadap Syi'ah Iran yang cenderung positif dan terbuka terhadap upaya pendekatan antara Sunni dan Syi'ah, serta sikap ulama Saudi (wahabisme) disisi lain terhadap Syi'ah Iran yang cenderung memusuhi dan mengkafirkan. Selain itu, sikap Ikhwan Mesir dan Palestina yang secara langsung tidak (jarang) berkonflik dengan Iran, Rezim Suriah dan Hizbullah berbeda dengan sikap (mayoritas) Ikhwan Suriah yang berhadapan langsung dengan rezim Nushairiyah (yang mereka anggap sebagai bagian dari Syi'ah Bathiniyah yang kufur), terutama paska pembantaian Hama. Dan tentu saja Ikhwan Saudi yang terwarnai oleh Wahabisme juga memiliki kacamata sendiri dalam melihat Syi'ah Iran.

Jadi?

Ditulisan selanjutnya, insya Allah kita akan berusaha untuk melihat agak lebih detail sikap ulama Sunni terhadap aliran Syi'ah secara umum sebagai sebuah Mazhab aqidah (tanpa meremehkan bahaya penyebaran Syi'ah di kawasan) dan sikap terhadap sebuah negara (Iran) yang bermazhab dengan Mazhab Syiah dimana negara tersebut membela Gerakan Perjuangan Palestina dalam bingkai maslahat dan prioritas (bukan hanya pragmatisme politik). Serta alasan-alasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi Saudi hingga menetapkan Ikhwan dan Hamas (yang menjadi ikon perjuangan Palestina) dalam list organisasi-organisasi teroris -setelah sebelumnya KSA menjadi pembela utama Ikhwan dan Palestina di era Raja Faishal. Siapa yang berubah?

Wallahu A'lam.

**

05-05-2020.
Saudi dan Ikhwan 14 -Tentang Iran- Saudi dan Ikhwan 14 -Tentang Iran- Reviewed by al irtifaq on 06.27 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Tinggalkanlah Komentar yang ahsan. Buuriktum Fiih....

Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.