Abul Aswad Ad-Du'aliy merupakan penggagas ilmu nahwu dan pakar tata bahasa bahasa Arab dari Bani Kinanah dan dijuluki sebagai bapak bahasa Arab. Nama aslinya adalah Dzalam bin Amr, lebih dikenal atau dengan julukannya Abu Al-Aswad Ad-Du’ali (atau Ad-Dili), orang yang diambil ilmunya dan yang memiliki keutamaan, dan Hakim (Qadhi) di Bashrah. Dia dilahirkan pada masa kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dianggap sebagai orang yang pertama kali mendefinisikan tata bahasa Arab. Dan yang pertama kali meletakkan titik pada huruf hijaiyah. [Ibnu Khallikan. Wafaayat al-'Ayaan. vol. 1 p. 663.]. Dia meninggal karena wabah ganas yang terjadi pada tahun 69 H (670-an M) dalam usia 85 tahun.
Nama Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Du’ali, panggilannya Abul Aswad. Nama Du’ali dinisbatkan kepada kabilah Du’al dari Bani Kinanah. Ia masuk Islam ketika Nabi masih hidup, tetapi ia tidak melihatnya. Tinggal di Bashrah pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.
Ia pernah menjadi hakim di Bashrah, kemudian khalifah Ali bin Abni Thalib mengangkatnya menjadi gubernur disana. Ia ikut bersama Khalifah Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan Mu'awiyah dan Aisyah dalam perang Jamal dan Siffin, dan termasuk juru runding dalam perang Jamal. Dan pernah diutus oleh Abdullah bin Abbas memerangi kaum Khawarij.
Peran
Ia menjadi murid Ali bin Abi Thalib, dan nahwu ia pelajari sendiri darinya (Ali ibn Abi Thalib), yang merupakan pakar nahwu kala itu. Dia termasuk orang yang pertama mengumpulkan mushaf dan mengarang ilmu nahwu dan peletak dasar kaidah-kaidah nahwu, atas rekomendasi dari Ali bin Abi Thalib.
Ia juga mendapat instruksi dari Ali Bin Abi Thalib, ketika menjadi khalifah, untuk merumuskan tanda-tanda baca pada tulisan. Sasaran pertamanya adalah mushaf-mushaf Al Qur’an, karena disinilah letak kekhawatiran salah baca seperti yang kerap terjadi waktu itu.
Ali bin Abi Thalib adalah yang pertama kali mencetus kodifikasi ilmu Bahasa Arab, dia menyusun pembagian kalimat, bab inna wa akhawatuha, idhafah, imalah, ta’ajjub, istifham dan lain-lain, kemudian dia memerintahkan kepada Abul Aswad Ad Du'aliy untuk mengembangkannya sambil berkata: "انح هذا النجو; unhu hadzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini)".
Maka istilah ilmu Nahwu diambil dari perkataan Ali bin Abi thalib ini. Abul Aswad Ad Du'ali diperintahkan untuk mengembangkan bahasa Arab oleh Ali bin Abi Thalib karena pada masa itu Islam telah berkembang ke berbagai negara dan orang asing ('ajam / non arab) banyak yang salah dalam berbahasa Arab dan kesulitan memahami Al Quran, serta masuknya orang-orang 'ajam ke negeri-negeri Islam lalu mencampur bahasa mereka. [Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal 6, Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah]
Maka istilah ilmu Nahwu diambil dari perkataan Ali bin Abi thalib ini. Abul Aswad Ad Du'ali diperintahkan untuk mengembangkan bahasa Arab oleh Ali bin Abi Thalib karena pada masa itu Islam telah berkembang ke berbagai negara dan orang asing ('ajam / non arab) banyak yang salah dalam berbahasa Arab dan kesulitan memahami Al Quran, serta masuknya orang-orang 'ajam ke negeri-negeri Islam lalu mencampur bahasa mereka. [Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal 6, Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah]
Dikisahkan bahwa yang membuat Abul Aswad Ad Du’aliy semakin semangat mengembangkan bahasa Arab adalah pada suatu malam ia berjalan dengan putrinya,
kemudian putrinya berkata: " ما أجمل السماء; maa ajmalus sama’i" (Apa yang paling Indah di langit?),
kemudian Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata:" نجومها; nujumuha" (bintang-bintangnya),
kemudian putrinya berkata, "Aku bermaksud mengungkapkan ketakjuban (kekaguman)".
Maka Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata membenarkan, katakanlah: "ما أجمل السماء; maa ajmalas sama’a", (betapa indahnya langit).
[Huruf hijaiyahnya (Arab) sama, akan tetapi cara membacanya (harakatnya) berbeda, sehingga artinya berbeda.]
kemudian putrinya berkata: " ما أجمل السماء; maa ajmalus sama’i" (Apa yang paling Indah di langit?),
kemudian Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata:" نجومها; nujumuha" (bintang-bintangnya),
kemudian putrinya berkata, "Aku bermaksud mengungkapkan ketakjuban (kekaguman)".
Maka Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata membenarkan, katakanlah: "ما أجمل السماء; maa ajmalas sama’a", (betapa indahnya langit).
[Huruf hijaiyahnya (Arab) sama, akan tetapi cara membacanya (harakatnya) berbeda, sehingga artinya berbeda.]
Disamping nahwu, Abul Aswad berjasa dalam membuat harakat Al Qur’an. Ia berhasil mewariskan sistem penempatan “titik-titik” tinta berwarna merah yang berfungsi sebagai syakal-syakal yang menunjukkan unsur-unsur kata Arab yang tidak terwakili oleh huruf-huruf. Penempatan titik-titik tersebut, adalah:
Ø Tanda fathah dengan satu titik diatas huruf (a).
Ø Tanda kashrah dengan satu titik dibawah huruf (i)
Ø Tanda Dhamah dengan satu titik disebelah kiri huruf (u)
Ø Tanda tanwin dengan dua titik (an-in-un)
Untuk membedakan titik-titik tadi dari tulisan pokoknya (biasanya berwarna hitam), maka titik-titik itu diberi warna (biasanya merah).
Tetapi system ini tidak dapat begitu saja menyelesaikan masalah, sebab ada huruf-huruf yang sama bentuknya namun harus dibaca berlainan tanpa dibubuhi tanda-tanda pembeda, huruf-huruf itu menyukarkan banyak pembaca.
Usaha Abul Aswad ini, kemudian disempurnakan oleh murid-muridnya, Nasr Ibn ‘Ashim (w. 707 M) dan Yahya Ibn Ya’mur (w. 708 M) yang terjadi pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan dari dinasti Umayah.
Perkataan Para Ulama Tentangnya
Ahmad Al-Ijli berkata, “Dia tsiqah (terpercaya) dan orang yang pertama kali berbicara tentang ilmu nahwu”.
Al-Waqidi berkata, “Dia masuk Islam pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup.”
Orang lain berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali ikut perang Jamal bersama Ali bin Abu Thalib, dan dia termasuk pembesar kelompok pendukung Ali dan orang yang paling sempurna akal serta pendapatnya di antara mereka. Ali radhiallahu ‘anhu telah menyuruhnya meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu ketika beliau mendengar kecerdasannya.”
Al Waqidi berkata, “Lalu Abu Al Aswad menunjukkan kepadanya apa yang telah ditulisnya,”
Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Alangkah baiknya nahwu yang kamu tulis ini.” Dan diriwayatkan pula bahwa dari situlah ilmu nahwu disebut ‘nahwu’.
Muhammad bin Salam Al Jumahi berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali adalah orang yang pertama kali meletakkan bab Fa’il, Maf’ul, Mudhaf, Huruf Rafa’, Nashab, Jar, dan Jazm. Yahya bin Ya’mar lalu belajar tentangnya.”
Al-Waqidi berkata, “Dia masuk Islam pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup.”
Orang lain berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali ikut perang Jamal bersama Ali bin Abu Thalib, dan dia termasuk pembesar kelompok pendukung Ali dan orang yang paling sempurna akal serta pendapatnya di antara mereka. Ali radhiallahu ‘anhu telah menyuruhnya meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu ketika beliau mendengar kecerdasannya.”
Al Waqidi berkata, “Lalu Abu Al Aswad menunjukkan kepadanya apa yang telah ditulisnya,”
Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Alangkah baiknya nahwu yang kamu tulis ini.” Dan diriwayatkan pula bahwa dari situlah ilmu nahwu disebut ‘nahwu’.
Muhammad bin Salam Al Jumahi berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali adalah orang yang pertama kali meletakkan bab Fa’il, Maf’ul, Mudhaf, Huruf Rafa’, Nashab, Jar, dan Jazm. Yahya bin Ya’mar lalu belajar tentangnya.”
Al-Mubarrad berkata, Al-Mazini menceritakan kepadaku, dia berkata, “Sebab yang melatarbelakangi diletakkannya ilmu nahwu adalah karena Bintu Abu Al Aswad (anak perempuan Abu Al Aswad) berkata kepadanya, ‘Maa asyaddu Al Harri (alangkah panasnya), Abu Al Aswad lalu berkata, Al Hasyba Ar Ramadha’ (awan hitam yang sangat panas)’ anak perempuan Abu Al Aswad berkata, ‘aku takjub karena terlalu panasnya’. Abu Al Aswad berkata, ‘Ataukah orang-orang telah biasa mengucapkannya ?’. lalu Abu Al Aswad mengabarkan hal itu kepada Ali bin Abu Thalib, lalu dia memberikan dasar-dasar nahwu kepadanya dan dia meneruskannya. Dialah pula orang yang pertama kali meletakkan titik pada huruf.”
Al-Jahizh berkata, “Abu Al-Aswad adalah pemuka dalam tingkat sosial manusia. Dia termasuk kalangan ahli fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung Ali, sekaligus orang bakhil. Dia botak bagian depan kepalanya.”
Biografi Ulama Ahli Nahwu 2 (Abul Aswad Ad Du'ali)
Reviewed by al irtifaq
on
22.04
Rating:
Tidak ada komentar:
Tinggalkanlah Komentar yang ahsan. Buuriktum Fiih....